Thursday, December 23, 2010

Traffic Light 'Kinanti'


“Aku tidak pernah mengerti akan filosofi dalam sebuah warna. Apalagi alasan kenapa traffic light itu berwarna MERAH, KUNING, dan HIJAU. Yang aku tau, sampai detik kamu pergi, aku masih setia mengamatinya”

Semuanya masih tetap sama. Posisi, detik bahkan intensitas kerusakannya. Dan aku pasti akan selalu kembali ke tempat ini. Tempat yg tidak pernah terlintas sebelumnya tapi malah memberikan kesan paling dalam dan nyata di hidup.

***

“dan kenapa lampu merah disini selalu lama. Tau gitu kan tadi lewat sana aja, males banget” kataku sambil memperbaiki posisi duduk “sabar sayang, toh tokonya kan tinggal belok. Lagian aku suka lampu merah ini. posisinya pas” yaa, ini jawaban yg sama setiap hari, terhitung dari hari aku menjadikannya sebagai perempuan di hidupku.

Perempuan itu adalah Kinanti. Seorang yg sederhana namun menarik. Tidak ada hal spesifik yg bisa membedakannya dengan perempuan lain kecuali ketertarikannya pada sebuah traffic light terlama dan sering rusak di salah satu pertigaan jalan di daerah kami.

Menurutnya hidup itu Traffic Light; Merah, Kuning, dan Hijau. Hidup yg jadi itu bukan Hitam, abu-abu, maupun putih karna itu hanya perwakilan dari sebuah bentuk keabstrakan pencarian jati diri. Kita hanya punya tiga pilihan, BERHENTI, BERSIAP, dan BERJALAN. Yaa, semoga tidak terjadi kesalahan karna sudah pasti akan ditangkap polisi. Hal ini berarti segala sesuatu memang harus fokus dan hati-hati. Kemudian berani bergerak dengan kelengkapan yg sesuai.

Manusia bebas memilih warnanya. Karena sesungguhnya hidup itu pilihan dan keberanian adalah kunci. Setiap yg berani memilih harus berani menerima konsekwensi.

***

“Ibu, pesanannya udah jadi ?” Tanya Kinanti kepada Bu Arni pemilik toko kue yg kami pesan. “udah mba kinan. Ini lagi dibungkus. Ibu lebihin 5 yaa” jawabnya ramah. Kinan mengambil bungkusan kue dari tangan Bu Arni sembari tersenyum dan berterima kasih.

Kami mengantarkan kue-kue tersebut di sebuah panti asuhan. Sudah merupakan tradisi keluarga besar mereka untuk selalu memberikan makanan kepada yatim piatu setiap bulannya. Keluarga kinanti adalah keluarga dermawan yg cukup terpandang. Ayah dan Ibunya merupakan pengusaha kayu ternama. Adat istiadat mereka masih sangat kental. Berbeda jauh denganku yg notabennya besar dari keluarga pengusaha ekspedisi dengan kehidupan kebarat-baratan.

***

Aku kembali terjebak di lampu merah favorit kinanti setelah mengantarkannya pulang. 150detik bukan waktu yg sebentar untuk menunggu jalan. tiba-tiba ponselku berdering, nada pengingat pesan dari nomor yg aku hafal benar. Isinya singkat dan jelas

“there’s something I wanna tell you. Kita ketemu di tempat biasa. I’m on my way”

Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya. Hal yg selalu ingin kuhindari tapi yakin cepat atau lambat akan terjadi. Aku memutar haluan kemudian melaju ke sebuah cafe untuk bertemu si pengirim sms.

Dia ada di sana. Duduk dengan dua cangkir kopi di hadapannya. Aku menghampirinya, memberikan kecupan manis di pipinya kemudian dengan tenang duduk tepat di depannya.

“apa kabar, tha ?” sapaku “berhenti basa-basi busuk, sa. Aku jauh-jauh kesini bukan untuk basa-basi. You know what I’m doin’ for almost 2 years, right ? sekarang aku malah denger kabar kamu pacaran sama kinanti. Are you insane ?” “okay, aku tidak akan melakukan pembelaan apa-apa, kabar yg kamu dengar itu benar dan…” “dan apa ? dan kamu mau bilang kalo kamu menyayanginya sedangkan kamu sendiri tau kenyataan hidup kamu kayak apa ? Aku berkorban, Sa. Aku rela mengasingkan diri selama 2 tahun dan ini yg aku dapat ? kamu jahat” “biarkan aku menyelesaikan ini. hubungan kami pun belum lama. Aku yakin Kinanti bisa mengerti, kamu tau aku juga berfikir keras untuk semuanya”

Pembicaraan kami berlangsung cukup lama. Banyak hal penting yg kemudian aku dan Agatha sepakati sebagai sebuah pilihan. Berat memang tapi ini yg paling baik.

***

5 hari kemudian..

Waktu menunjukan pukul 00.00 ketika Kinanti bersih keras untuk bertemu di traffic light favoritnya. Ia duduk di sebuah kursi jalan yg menghadap langsung ke traffic light, aku menghampirinya memberikan kecupan hangat di keningnya. Ia memandangiku sekali kemudian tersenyum dan kembali melihat ke arah traffic light

“aku…” “sssttttt, diam saja dulu. Aku tau apa yg terjadi dan aku tau cepat atau lambat ini semua bakalan ada. Aku cuma ingin membuatmu merasakan kesan yg sama akan tempat ini sebelum kamu benar-benar pergi dan melupakannya”

Ia menarik nafas panjang, memejamkan mata seolah-olah sedang melakukan sebuah proses penenangan diri terampuh.

“Agatha datang kapan ?” tanyanya tenang “sabtu kemarin” “jadi bagaimana wajahnya ? mirip kaukah ?” Pertanyaan Kinanti benar-benar menamparku. Aku ingin dia memakiku, meludahiku, memukuliku bahkan mungkin menendangku. Tapi kenapa dia malah setenang ini menghadapi semuanya ? seolah dia tidak tersakiti, dia tidak mati.

“kenapa kamu bisa setenang ini, kinan ? bilang sama aku kalau kamu marah, bilang kalau kamu sakit, bilang kalau kamu membenciku ?” “aku marah, aku sakit, tapi aku tidak bisa membenci. Semua orang tau cerita tentang kamu dan Agatha. Bahkan sampai hari kepergiannya hingga pada beberapa bulan kemudian kamu datang padaku dengan ketulusan yg aku percaya 100 persen, aku tau saat ini pasti datang” Ia menyenderkan kepalanya di bahuku “aku percaya dan yakin kamu sayang aku. Aku percaya dan yakin kalau mungkin waktu bisa kembali, kamu akan lebih memilih mengenalku dan aku percaya dan yakin bahwa semua hal telah tertulis termasuk cerita kita. Aku menjadikan tempat ini favorit bukan tanpa alasan. Aku percaya kemudian meyakini bahwa dari sebuah tempat menyebalkan pasti ada satu sudut menariknya. Begitulah traffic light yg selalu dikeluhkan ini” Ia berdiri, menggariskan sebuah senyum di bibirnya yg aku yakini pasti sebagai senyum perpisahan “aku tidak akan menganggapmu orang jahat. Aku juga memilih, memilih untuk meninggalkan tempat ini. Terima kasih untuk pengalaman satu tahun yg manis. Aku bahagia. Give a hug for Agatha and your little bear”

***

Itulah hari terakhir kali aku bertemu dengan Kinanti. Sudah lebih dari 5 tahun aku tidak mendengar kabarnya. Terakhir yg aku dengar, dia bekerja di seorang Perancang Busana Indonesia Ternama di Paris dan kemudian menetap disana.

Aku duduk pada posisi yg sama persis dengan 5 tahun lalu ketika kami berpisah. Hidup itu MERAH, KUNING, HIJAU. Siap-siap itu selalu ditengah antara berhenti atau berjalan. Jadi sebelum kita memilih untuk berhenti atau berjalan kita harus selalu siap. Bahwa segala kemungkinan bisa saja terjadi tanpa disadari. Semua itu hukum alam.

Tak ada yg pernah menyangka bagaimana aku mengirimkan pacarku untuk mengurus kelahiran bayi kami di negeri orang selama 2 tahun, kemudian aku membuka suatu lembar cerita baru dengan seorang gadis sederhana bernama Kinanti. Dia merubah pandanganku tentang bagaimana hidup yg kuat dengan impian. Bukan selalu berpatokan pada kenyataan dan mengikuti setiap arah gerak bumi. Kinanti meninggalkan banyak hal. Terutama pelajaran berharga tentang mensyukuri setiap pilihan dan kejadian yg ada walau berjalan tidak sesuai rencana.

Apa kabar kinanti ? aku merindukanmu…

*aldilla, 23desember2010

2 comments: